"Mari kita bangun dunia dari mimpi dan jangan takutlah untuk bermimpi karena hidup berawal dari mimpi"

Pembangunan Superblock Sumbang Kemacetan

JAKARTA, KOMPAS.com - Tingginya angka urbanisasi di Provinsi DKI Jakarta setiap tahunnya berdampak pada tingginya kebutuhan berbagai fasilitas kota, terutama permukiman dan sistem transportasi yang memadai. Bahkan, urbanisasi juga turut menjadi penyumbang besar kemacetan lalu lintas (Lalin) di Ibu Kota, karena telah menimbulkan pembangunan kawasan-kawasan superblock yang mengakibatkan penambahan jumlah unit kendaraan bermotor ke kota Jakarta.

Salah satu anggota Visi Indonesia 2033, M Jehansyah Siregar, mengatakan, mengatasi kemacetan lalu lintas tidak bisa hanya dengan mereformasi sistem transportasi angkutan umum. Tapi juga harus dengan pembatasan pembangunan superblock yang saat ini sudah semakin marak. Seperti yang terdapat di kawasan Sudirman Center Business District (SCBD) dan Mega Kuningan, Jakarta Selatan.

“Keberadaan superblock itu justru penyumbang besar kemacetan di Jakarta. Coba hitung saja berapa jumlah karyawan yang bekerja di dua kawasan tersebut. Mereka pada umumnya menggunakan sepeda motor dan mobil pribadi karena jarak tempuh bangunan yang cukup jauh satu dengan yang lain,” kata Jehansyah di Jakarta, Kamis (29/7/2010).
Sementara, kalangan yang mampu tinggal di kawasan superblock hanya sedikit sekali, sehingga tidak memberikan kontribusi positif terhadap pengurangan kemacetan. Pihak yang mengklaim kawasan superblock dapat mengurangi pergerakan transportasi karena hunian dan tempat kerja berada di satu lokasi, sama sekali tidak benar.

Justru, keberadaan superblock di tengah-tengah kota menjadi generator pembangkit pergerakan kendaraan bermotor, baik roda empat maupun roda dua dari berbagai arah ke suatu simpul tujuan. Keadaan ini berpotensi menimbulkan kemacetan yang parah di sekitar kawasan superblock tersebut.
Karenanya Jehansyah mengusulkan, daripada membangun kawasan superblock, lebih baik Pemprov DKI melakukan penataan fungsi campuran di simpul-simpul perhubungan yang dinilainya akan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas secara signifikan.

“Di dalam penataan sistem jaringan perhubungan, penataan simpul akan jauh lebih efektif ketimbang pembangunan kawasan superblock,” ujarnya.
Penataan simpul-simpul perhubungan bisa dilakukan di simpul-simpul utama, yaitu Terminal Kalideres, Pulogadung, Harmoni-Gambir, Blok M, Senen, Pasar Minggu dan Jatinegara. Penataan dilakukan dengan menampung permukiman multi strata dan guna lahan campuran. Seperti bisa dibangun pasar-pasar tradisional maupun supermall, stasiun, terminal, rumah sakit dan berbagai fasilitas sosial ekonomi dari multi strata ekonomi.

Pengendalian guna lahan dan guna bangunan dalam radius tertentu di wilayah simpul tersebut harus dilakukan dengan sangat ketat dan terencana dengan baik. Berbagai instrumen pengendalian seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Disain Tata Ruang (RDTR), Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Surat Izin Penggunaan Peruntukan Tanah (SIPPT) harus dikelola dengan sungguh-sungguh. Sehingga kawasan tersebut memiliki nilai kepentingan publik yang tinggi.

Pakar kebijakan publik, Andrinof Chaniago, mengatakan, penataan simpul-simpul utama perhubungan itu di dalamnya harus dibangun rumah susun sederhana, terutama dengan sistem sewa. Setidaknya perlu dibangun dalam radius hingga 1 kilometer.
“Sehingga warga yang bekerja di sekitar kawasan tersebut dapat menempuh dengan berjalan kaki atau naik sepeda. Karena itu perlu dilengkapi pedestrian dan jalur sepeda sehingga memudahkan semua warga yang tinggal di sekitar simpul tersebut mencapai transportasi umum terdekat,” kata Andrinof.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Pembangunan Superblock Sumbang Kemacetan"

Posting Komentar